Sunday, June 10, 2012

FF : Symphony Of The Bullet (Part 1 : Close)

Title : Symphony of The Bullet
Author : @emmyaoi
Genre : Straight, Drama, Romance
Type : Long Series, very long
Pairing : Find them out
Rating : PG
Disclaimer : I own only the plot
Author’s note : It had been written about two or three year ago, and I haven't finish it untul now, so I will continue writing this fiction. Hope it can be one good stuff :)


(Kim’s house)
Kim Taerin mengerang ketika hawa dingin merayapi seluruh tubuhnya. Selimut yang tadinya membungkus tubuhnya telah disingkirkan seseorang, membuatnya meraba-raba dengan kesal, mencari-cari benda dewa di saat pertengahan musim gugur itu.


“ Tidak ada tidur tambahan, Nak,” kata sebuah suara.
“ Oppa...” rengek Taerin sambil duduk bersila dengan mata masih tertutup.
“ Hari ini hari pertamamu sebagai siswa sekolah menengah, ingat?” Tanya pemuda berambut hitam kecoklatan itu.
“ Bagaimana mungkin aku lupa,” jawabnya.
“ Kalau begitu segera bersiap-siap atau kau terpaksa naik bus.”

Taerin membuka matanya, melihat kakaknya berdiri di samping ranjangnya, Kim Hyunjoong. Kakaknya itu telah berpakaian rapi lengkap dengan dasi yang menunjukkan ketampanan seorang eksekutif muda.

“ Araso?” Hyunjoong memastikan.
“ Araso, Oppa.”

Tiga puluh menit kemudian, Taerin duduk di meja makan, sibuk merapikan dasinya yang miring. Hyunjoong sedang asyik menikmati coklat panas dari mug kesayangannya, sementara koran pagi terletak di sampingnya. Taerin menyambar koran lalu membaca headline-nya.

“ Mwo?” serunya, “ Oppa, ada importir marijuana terbunuh di sebuah pub.”
“ Sudah kukatakan, jangan baca berita kriminal saat akan berangkat sekolah,” ujar Hyunjoong.
“ Mengerikan...”

Hyunjoong menyambar koran dari adiknya, lalu tersenyum, “ aku tak mau kau terbayang-bayang berita ini di sekolah.”
“ Ara,” jawab Taerin, “ bukan hal yang perlu kulakukan, sepertinya siswa baru akan sangat sibuk.”

***

(Han’s house)

Sebuah flat kecil terselip di antara toko-toko padat di kota Seoul. Rumah itu menyambung dengan toko-toko kecil di sisi kiri dan kanannya, serta terletak beberapa meter saja dari sebuah pub mewah di sana. Kesibukkan pagi pun hinggap di rumah kecil itu.

“ Onnie...” Han Hyejin berteriak dari ambang pintu kamarnya.
“ Wae!?” Sergah gadis satunya dengan kesal karena tengah sibuk memasak.

Hyejin melembutkan ekspresi wajahnya saat melihat sambutan sang kakak yang mematikan.

“ Aku kehilangan earphone,” adunya.

Han Hyemee berbalik, menarik napas dan memperbaiki posisi kacamatanya. Rambut sebahunya dikuncir tinggi.

“ Sudah periksa jumper yang kemarin kau pakai?” ujar Hyemee.
“ Ah, aku lupa, mian hae Onnie...”
“ Gwaenchana, cepatlah, nanti kau ketinggalan bus.”
“ Ne...”

***

(Taerin’s side)

Sebuah mobil menepi di dekat sebuah gedung sekolah yang berbentuk balok itu. Beberapa mobil juga ikut menepi untuk menurunkan para pelajar muda berseragam SMA Cheonsang. Kim Taerin turun dari mobil sambil menggigil, mantel tebal membungkus tubuhnya dengan syal yang dililitkan pada lehernya.

“ Taerin-ah,” panggil kakaknya dari dalam mobil, “ semoga berhasil.”
“ Ne... gomawo,” sambut Taerin.

Dengan tersenyum kakaknya mengendarai mobil meninggalkannya, ia melambai kemudian menghela napas. Hari pertama ini tidak mudah baginya, pasalnya, tak ada satu pun teman satu sekolahnya sebelumnya yang masuk sekolah itu. Tapi, pilihan kakaknya tak dapat ia tolak, lagi pula ini sekolah favorit yang merupakan almamater kakaknya.

Taerin memasuki gerbang besar yang dingin itu, merasakan telapak tangannya mengerut saat menyentuhnya. Riuh rendah obrolan para siswa terdengar di tengah semilir angin musim gugur yang dingin. Rambut Taerin yang hanya dua senti di bawah telinga tertiup angin, membuat bulu-bulu halus di tengkuknya meremang menahan dingin.
Semua siswa melangkahkan kaki menuju ke tempat yang sama, tubuh-tubuh itu ada yang berjalan soliter dan ada pula yang seperti Taerin, sendirian. Ia pun mengikuti langkah siswa lainnya menuju aula di sisi kiri gedung sekolah.

Suara tawa dan cekikikan para gadis membuat Taerin merasa nyaman, itulah bagian yang tak pernah berubah dari sekolah.
Pintu berdaun dua terbuka lebar di hadapannya, mempertontonkan kemewahan dan keindahan ruangan itu. Karpet merah tergaris mulai dari pintu aula sampai tangga panggung. Kursi-kursi berpita merah juga berderet sebanyak sembilan ratus buah di sisi kiri dan kanan. Sementara dinding yang tinggi dan berwarna coklat membuat para siswa baru menjadi kikuk karena kesan kesombongan yang ditimbulkan nuansanya.

Gadis itu mengambil tempat di deret nomor dua dari depan. Tempat yang memang dikhususkan bagi siswa baru. Seorang gadis mengambil tempat di sampingnya, senang sesaat melihat gadis itu hanya sendiri, namun kemudian hatinya mencelos ketika beberapa orang bergabung. Taerin kembali menunduk, memainkan ujung mantelnya. Ia mengarahkan pandangan ke seluruh penjuru aula dan menemukan hapir semua kursi terisi penuh.

Para guru telah berada di atas panggung, duduk di tempat masing-masing, menunggu kepala sekolah memulai pidato pembukaannya.

“ Selamat datang bagi para siswa baru dan selamat datang kembali bagi siswa kelas senior,” ucap kepala sekolah dengan wajah bijak yang menenangkan.

Berikutnya diisi dengan basa-basi tentang sekolah dan prestasi yang ingin dicapai dengan bergabungnya para siswa baru. Taerin nyaris menguap saking panjang dan membosankannya.

“ Nah, untuk hari ini, selamat belajar dan semoga kalian dapat menikmati setiap hari yang akan kalian lalui sebagai keluarga sekolah Cheonsang ini.”

Deru tepuk tangan terdengar dari semua penjuru, Taerin ikut bertepuk tangan. Lalu satu persatu para siswa bangkit dan berjalan melewati karpet merah menuju ruang kelas masing-masing. Taerin mengarah ke tangga pertama menuju lantai empat, tempat ruang kelasnya berada.

Taerin mencium aroma khas ruang kelas ketika melangkahkan kaki memasuki ruangan itu. Papan tulis hijau besar ada di depan ruangan, tiga puluh set bangku dan meja belajar berderet rapi enam-enam kebelakang. Gadis bertubuh mungil itu mengincar posisi tak istimewa di deret paling kiri, nomor dua dari depan. Segera saja ia bergegas menyeret langkahnya ke sana, namun di saat akan meletakkan backpack-nya seorang gadis mendahuluinya.

“ Mian hae,” kata gadis itu, lalu Taerin hanya tersenyum dan mengambil tempat di belakangnya.
Sebuah tangan mungil terangsur dihadapan Taerin yang duduk dengan kikuk sambil mengetuk-ngetuk meja.

“ Jung Yoori, panggil aku Yoori, kau?” Tanya gadis yang duduk di hadapan Taerin, gadis itu kaget lalu meraih tangan di depannya.

“ Kim Taerin,” jawabnya.

Yoori tersenyum lalu dengan sendirinya membuka obrolan dengan Taerin, beberapa kali ber-highfive dengan beberapa anak laki-laki yang kemudian ia kenalkan pada Taerin, tampaknya Yoori cukup populer. Yoori berbicara macam-macam, Taerin cukup nyaman dibuatnya. Gadis itu ceria dan penuh semangat, Taerin juga senang saat tahu bahwa Yoori juga suka taekwondo, merasa menemukan titik yang sama dan itu menyenangkan. Ia pikir ia akan berakhir dengan dikelilingi sarang laba-laba, kesepian.

Keributan tiba-tiba terhenti saat beberapa orang siswa berwajah kaku dan tegas memauski ruangan. Mereka mengalungkan tanda pengenal bergambar lambang Organisasi Siswa Cheonsang, dengan nama masing-masing terukir dibawahnya. Pemuda yang paling depan mulai berbicara, sementara semua teman sekelas Taerin duduk rapi di tempat masing-masing.
“ Kami dari Organisasi Siswa, hari ini inspeksi peraturan bagi siswa baru, dan kami mulai dengan pemeriksaan kelengkapan seragam,” katanya, di saat yang bersamaan mereka mulai menyebar.

Seorang gadis bertubuh agak kecil dengan wajah lucu mendekati deret Taerin. Yoori lolos pemeriksaan dengan sukses. Gadis itu mendekati Taerin, memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lalu detik berikutnya ia tersenyum misterius.

“ Tidak ada warna tali sepatu yang berbeda, hanya warna putih...” ucapnya menatap lurus Taerin.

Taerin mencelos, ia menggunakan warna hitam yang disarankan kakaknya. Detik itu juga ia bersumpah akan mencekik kakaknya begitu sampai di rumah. Memang salahnya tidak membaca semua peraturan dengan sempurna, tapi kali ini ia yakin kakaknya sengaja melakukannya. Gadis cantik di hadapan Taerin itu tersenyum lagi.

“ Kalau nantinya masih tidak mengerti, kau bisa menemuiku di ruang Organisasi,” saran gadis itu sarkastik, seraya menegakkan tubuh, siap melakukan inspeksi selanjutnya, “ ah, ingat namaku baik-baik.”

Taerin melihat dengan seksama tanda pengenal yang dipakai gadis itu, lalu mencatat nama itu baik-baik di otaknya, dan berjanji tidak akan melupakannya, Han Hyejin.

***

Hingga pulang sekolah, Taerin masih kesal karena kejahilan kakaknya. Taerin terus-terusan memberengut, Yoori menenangkannya setelah sebelumnya menertawakan Taerin. Ia dan Yoori berpisah di ambang pintu, gadis itu bergabung dengan beberapa teman laki-laki, tersenyum menyadari dirinya mendapat teman baru, yang sangat baik dan menyenangkan.

Sekolah mulai lengang, ia harus menunggu Hyunjoong menjemputnya. Karena bosan, Taerin berjalan-jalan di sekitar sekolah, di lantai satu. Beberapa orang masih berseliweran di koridor. Taerin menuju bagian kiri gedung dan menemukan dirinya terkejut mendengar sebuah lagu mengalun. Ia mencari ruang musik yang memang ada di dekat sana.

Lalu berhenti saat kakinya menginjak rerumputan di dekat jendela sebuah ruangan. Lagu itu terdengar jelas di sana. Sesosok tubuh tinggi kurus tengah berdiri di sana, memegang flute berwarna perak, memainkan lagu yang membuat Taerin merasa hatinya penuh dan hangat.

Taerin menatap sosok itu lekat-lekat. Pemuda itu membelakanginya, rambut coklatnya agak ikal, posisi yang mengagumkan. Kaki pemuda itu sedikit mengetuk menikmati permainannya sendiri. Ia tak mengenakan jas sekolahnya, hanya kemeja putih panjang dengan sweater hitam Cheonsang, sementara jasnya ia letakkan di atas kotak flute berwana hitam mengkilat yang tampak mahal.

Taerin kemudian menunduk, melipat tubuhnya di bawah jendela yang terbuka. Memeluk lutut sambil meletakkan dagunya di atas lutut, menikmati lagu itu. Ia tak bisa menghindar, lagu itu menyenangkan, membuatnya tak ingin berhenti mendengarnya. Sejujurnya itu menghadirkan kenangan masa kecilnya. Melihat kembali dalam bayangan samar, ayah, ibu, dan kakaknya dalam layar berasap, melihat senyum mereka terkembang.

Dan tersadar ketika setitik air yang hangat dan sedikit asin itu mengenai lututnya yang terbuka. Segera berusaha membuang bayangan itu jauh-jauh. Ia sudah berjanji pada Hyunjoong tidak akan menangis lagi. Ia memang tidak pernah menangis lagi, terakhir kalinya ia menangis adalah dua tahun lalu, ketika kedua orang tuanya meninggal. Iya, sejak hari itu lah dia selalu menepati janjinya pada Hyunjoong, ia tak pernah menangis lagi, namun janjinya runtuh hari ini, ia menangis, hanya karena lagu tolol yang entah dimainkan oleh siapa.

Taerin merasa kesal. Ini bukan dirinya. Ia tak suka mengingkari janji, terlebih lagi pada kakaknya. Tapi, ia tahu, sangat naif kalau ia tidak menangis sementara luka-lukanya terbuka kembali. Selama ini ia sudah melarikan diri dari ingatan itu. Dan itu berhasil membantunya menepati janji pada Sang Kakak, hanya itu yang ingin ia lakukan. Taerin mendengus kesal, mengutuki siapa pun yang berada di dalam sana dan tengah memainkan lagu itu.

Tetapi, ia tak bisa menghalau air matanya atau pun pergi dari tempat itu, ia lalu berbisik lirih, “ Oppa, apa salah kalau merindukan Umma dan Appa saat ini?”

Permainan itu berhenti sejenak, Taerin menegang, takut pemuda itu menyadari keberadaannya. Namun, detik berikutnya permainan pemuda itu berlanjut, membiarkan Taerin tenggelam sedalam-dalamnya menuju masa lalu.
Dan Taerin tidak menghindarinya, ia membiarkan dirinya terperosok, membiarkan air matanya yang lembab di pipinya. Dan mengusapnya sesaat setelah melihat mobil kakaknya merapat di depan gerbang sekolah.

***

Hahaha. next chapter will be post sooner :D
Wish me luck for examination ^o^9

No comments: